Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Aku Bisa Apa?

Kau tahu? Jawaban yang aku ingin dengar pada saat itu adalah, “Ya, aku akan berjuang lebih keras lagi. Aku yakin, suatu saat nanti pasti akan bisa.” Tapi yang kudengar hanyalah jawaban yang penuh dengan rasa pesimis. Ya, aku memang tak tahu apa-apa tentangmu. Dan aku juga tak bisa menghakimimu dengan jawabanmu itu. Pada akhirnya yang paling tahu kondisimu adalah dirimu sendiri. Aku bisa apa? Mendengarmu mengatakan itu, aku menjadi sedikit mematung dibuatnya. Hanya sedikit, karena aku memang sudah mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terburuk sejak dulu. Aku mencoba tetap berdiri tegak di hadapanmu. Menjadi kuat seperti wonder woman. Tapi pada akhirnya itu hanya terlihat memaksa. Kau mungkin tahu aku hanya berpura-pura kuat. Yaa, aku bisa apa? Meyakinkanmu mungkin bukan menjadi hal yang baru untukku. Selama ini aku berusaha memandang ke depan. Yakin dengan semua kemungkinan baik yang mungkin terjadi. Mendengar ketidak yakinan darimu membuatku tak bisa berkutik lagi. Kalau

Telur Gulung di Hulu Oktober

Malam   ini gw terinspirasi oleh telur gulung. Entah mengapa gw langsung menganalogikan kejadian ini dengan harapan. Jadi ceritanya, ada temen gw yang dateng ke kost. Dia ngajak beli telur gulung. Gw sih ga begitu ngarep telur gulung itu ada. Soalnya udah malem juga. Biasanya kalau udah malem kayak gini, telur gulungnya udah habis. Jadi yaaa gw ga terlalu mengharap. Saat terdengar suara motor temen gw tadi, gw mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk yaitu kehabisan telur gulung. Tapi ternyata telur gulungnya ada. Seneng banget dah gw. Soalnya emang udah kelaperan. Sejak hari itu, gw selalu mempersiapkan kemungkinan terburuk. Jadi kata-kata yang gw ucapkan adalah ‘telur gulungnya habis, paling’. Okelaah untuk telur gulung, gw gampang banget bikin kemungkinan terburuk. Tapi untuk ‘hal lain’, gw takut untuk memikirkan kemungkinan terburuknya. Sesekali terpikir sih, tapi langsung gw ilangin imajinasi itu. Gw pengen menikmati apa yang ada di hadapan aja. Entah di depa

Menunggu dan Menanti

Aku benci melihat punggung seseorang, melihatnya pergi, lalu menanti sendiri. Mengapa? Karena pada akhirnya dia pergi tanpa kembali. Entah berapa lama aku terdiam di sini. Menunggunya di ujung lampu merah itu. Jangan tanya alasan mengapa aku menunggunya. Karena itu masih jadi pertanyaan buatku. Kau tahu? Dia bahkan tak meminta aku menunggu. Lalu mengapa aku masih menunggu? Semuanya berdimensi keentahan. Semuanya tak beralasan. Hanya ingin menunggu. Itu saja. Tetapi sebenarnya ada alasan mendasar di balik itu semua. Klasik. Tak perlu aku jelaskan. Waktu berlalu. Aku berusaha melupakan semuanya. Mencoba bertahan sekuat yang aku mampu. Untuk beberapa saat aku bisa melupakannya. Tetapi lagi dan lagi memori itu terpanggil. Dengan sendirinya. Bagaimana tidak? Semua yang aku lihat berhubungan denganmu. Itu membuatku memiliki waktu yang sulit. Aku kuat! Ya, kuat. Aku selalu mencoba untuk tersenyum. Seolah semua baik-baik saja dan tak pernah terjadi apa-apa. Ah! Bagaimanapun aku be

Denganmu Kutemukan Syukurku

Menginjakkan kaki di sini adalah sesuatu yang dahulu tak pernah aku impikan sebelumnya. Terlintas pun tidak. Tetapi seiring berlalunya waktu, aku sadari dan pahami bahwa ini adalah garisku. Dan denganmu kutemukan syukurku. ***  Ketika hari pengumuman SNMPTN Tulis (sekarang namanya SBMPTN), aku merasa tak karuan. Ketika itu, aku membuka pengumuman tes tersebut bersama dengan teman-temanku di satu yayasan. Sekitar pukul 22.00, aku masih belum mendapat giliran untuk membukanya. Berkali-kali aku bergetar bahagia karena melihat teman seperjuangan yang lulus tes dan masuk perguruan tinggi yang diidamkan, dan berkali-kali pula aku bergetar takut karena melihat teman yang gagal dalam mengikuti tes. Tangis bahagia dan tangis kecewa beradu menjadi satu. Air mata apakah yang akan kukeluarkan nanti? Dengan harap-harap cemas, aku sibuk merangkai pikiranku sendiri. Sambil menyiapkan hati untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang mungkin aku terima. *** Tibalah waktunya giliranku. Saa

Apalah Apalah

Beberapa hari ini gw sempet galau gegara beberapa hal. Gw pen cerita, tp gak akan ngasih tahu detailnya. Sebenernya kurang lebih udah enam bulan lamanya gw galau gegara hal yang satu ini. Ini tentang gw sendiri, bukan tentang orang lain. Ceritanya di kampus, gw ikut suatu organisasi. Daaan, gw ngerasa gak pantes ada di organisasi itu. Iyaa kalau gw maba sih gapapa. Tapi ini kan gw udah semester tua, alias semester enam. Dengan keadaan gw yang kayak gini, gw takut gw gak bisa jadi uswah (contoh) dan malah merusak citra ‘baik’ dari organisasi itu. Alasannya kenapa gw ngerasa gak pantes ada di sana, ada laah. Salah satunya yaa gw ngerasa berbeda dari kakak senior gw yang ikut organisasi itu juga. Entah gw yang egois, atau mindset gw yang berbeda dengan mereka, atau apa, gw bingung sendiri alasan gw ngerasa berbeda gimana. Sempet gw berpikir untuk berhenti di organisasi itu. Tapi gw inget lagi, amanah yang lagi duduk di pundak gw. Beraaat dah kalau bicara amanah. Selama g

Ulang Tahunan? Nggak Zaman!

Beberapa tahun ini gw sering mengabaikan notif fb yang ada kaitannya sama ultah. Sebenernya nggak mengabaikan banget, sih. Kadang dibuka juga untuk sekadar tahu aja. Cuma buka notif ultah, lihat si A umurnya segini, si B segini, dan si C segini. Just it. Langsung pindah ke beranda lagi. Bukannya nggak peduli atau lupa sama hari lahir kerabat dekat. Juga bukan cuek atau nggak mau do’ain temen gw yang lagi ultah. You know meen, gw ngedo’ain temen-temen gw bukan pas hari lahirnya doank. Kalau boleh jujur, gw ngedo’ain temen-temen gw tiap hari. Jadi jangan marah ya kalau nggak dapet ucapan selamat dari gw. Aslinya gw tetep inget, kok. Cuma do’a gw itu khusus. Tahu, ‘kan? Kalau sebaik-baik do’a itu adalah do’a yang mana orang yang dido’akan itu tidak tahu kalau dia sedang dido’akan. =D ({}) Lebih dari itu, ngucapin ke orang yang ultah itu menurut gw pribadi sih nggak boleh. Entah itu ‘HBD’, ‘met milad’, ‘dirgahayu’, atau bahasa arab yang keren. Apapun bahasanya, tetep sama kan intiny