Denganmu Kutemukan Syukurku
Menginjakkan kaki di sini adalah sesuatu yang dahulu
tak pernah aku impikan sebelumnya. Terlintas pun tidak. Tetapi seiring
berlalunya waktu, aku sadari dan pahami bahwa ini adalah garisku. Dan denganmu kutemukan
syukurku.
***
Ketika hari pengumuman SNMPTN Tulis (sekarang
namanya SBMPTN), aku merasa tak karuan. Ketika itu, aku membuka pengumuman tes
tersebut bersama dengan teman-temanku di satu yayasan.
Sekitar pukul 22.00, aku
masih belum mendapat giliran untuk membukanya. Berkali-kali aku bergetar
bahagia karena melihat teman seperjuangan yang lulus tes dan masuk perguruan
tinggi yang diidamkan, dan berkali-kali pula aku bergetar takut karena melihat
teman yang gagal dalam mengikuti tes.
Tangis bahagia dan tangis
kecewa beradu menjadi satu. Air mata apakah yang akan kukeluarkan nanti? Dengan
harap-harap cemas, aku sibuk merangkai pikiranku sendiri. Sambil menyiapkan
hati untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang mungkin aku terima.
***
Tibalah waktunya
giliranku. Saat itu aku mendapatkan giliran terakhir untuk membuka hasil tes
itu. Detak jantungku tak memiliki ritme yang beraturan lagi, karena pada saat
itu, aku kesulitan dalam login. Aku
pun dipanggil ke depan dan diperintahkan untuk mengetik username dan password
sendiri. Berat rasanya jari ini untuk berpindah dari tombol satu ke tombol yang
lain.
Alhasil, setelah sekian
lama aku menunggu, aku dikejutkan dengan kata “LULUS”. Mencoba mencari universitas
mana yang berhasil ditembusi, aku kembali dikejutkan dengan nama “Universitas
Trunojoyo”. Entah harus bagaimana aku bersikap. Apakah bahagia atau sebaliknya?
Mengingat Trunojoyo adalah kampus yang jaraknya teramat jauh dari tempat
kediamanku.
Tahukah apa reaksi kedua
orang tuaku tatkala aku memberitahukan mereka kelulusan tesku? Mereka
mengatakan “batalkan saja”. –Jlebbbb-
Tanpa peringatan, tangisanku menyeruak di ruangan berdinding ungu itu. Aku
tikam sendiri kepalaku dengan bantal—agar tangisku
tak terdengar. Akan tetapi usahaku gagal. Aku tetap ketahuan sedang menangis.
Dan keesokan harinya aku pun diizinkan untuk pergi merantau ke Madura.
Aku merasa lega. Tetapi nenekku kemudian mendatangiku dan mengatakan
bahwa aku tidak boleh pergi, karena di Madura sangat berbeda dengan di Bandung.
Tetapi aku tak kecil hati. Aku mencoba meyakinkan nenekku agar mengizinkanku
untuk pergi ke sana. Dan akhirnya Allah mengetuk hati mereka. Mereka semua
mengikhlaskanku untuk pergi ke Madura—meskipun berat.
***
Beberapa hari kemudian aku
mendaftar ulang di UTM (Universitas Trunojoyo Madura) bersama dengan
teman-temanku seyayasan. Pada saat itu aku diantar oleh ayahku. Ketika bus yang
aku naiki berangkat aku hanya bisa menangis dan berdo’a semoga ini adalah jalan
terbaik.
Memakan waktu 26-28 jam, akhirnya rombongan kami tiba
di UTM, kira-kira jam 3 sore. Kami pun di sambut hangat dengan kakak-kakak yang
pada saat itu bertugas untuk membantu kami dalam melakukan proses pendaftar
ulangan. Kami disambut dengan ramah. Ketika kuperhatikan, kakak-kakak yang
menyambut kami hampir semuanya mengenakan jilbab yang lebar. Dan mereka kerap
kali mempromosikan organisasi yang mereka ikuti—LDK MKMI (Lembaga Dakwah Kampus Majelis Kajian Mahasiswa Islam). Pada saat itu aku hanya mengatakan
“Oh, iya. Oh, Iya.”
Teringat pesan dari guru dan keluargaku, “Jangan ikut
organisasi yang aneh-aneh. Harus hati-hati.” Pada saat itu, aku berpikir yang
tidak-tidak tentang LDK. Takut aliran ini lah, itu lah. Aku pun masih takut
untuk mengikuti LDK MKMI, alasannya yang lain adalah ‘aku berbeda’. Aku takut
orang lain tidak bisa menerima apa adanya aku dan berpikiran yang lain-lain
tentang aku. Organisasi yang aku minati pada saat maba (mahasiswa baru) adalah
organisasi yang mendalami tentang ilmu komputer dan bahasa Inggris.
Tapi, kini aku mengerti. Bahwa rohis kampus ini bukan
seperti apa yang dikata orang. Bukan seseram apa yang dibayangkan. Tidak
ekstrim seperti apa yang didakwakan. Buktinya? Menyusul di tulisan selanjutnya.
=D
Komentar
Posting Komentar
Write your comment here ;)