'Iedku
Boleh cerita, kan? Ini tentang malam ‘Iedul Adl-ha-ku.
Bisa juga menjadi malam ‘Iedul Adl-ha-mu. Kisah ini tentang seorang perantau
yang harus menikmati malam takbiran dan kembang api seorang diri.
***
Ah! Harus sampai kapan aku harus iri pada mereka yang
bisa pulang ke kampung halaman mereka kapanpun? (iri sedikit boleh ya) Sampai
kapan aku harus gigit jari setiap kali dilempari pertanyaan “Nggak pulang, Teh?” Jariku lama-lama
bisa habis jika dilempari tanya itu. Hoho =D
Beruntunglah bagi mereka yang rumahnya hanya perlu
ditempuh dengan empat-lima-enam jam. Beruntunglah bagi mereka yang bisa
menikmati malam takbiran, kembang api, dan shalat ‘ied bersama orang terdekat. Bersyukurlah,
karena tidak semua orang seberuntung kamu, Bung!
Oke fix. Perjuanganku bisa dikatakan berkali-kali
lipat dibandingkan orang lain. Mengapa bisa? Tahukah? Menahan rindu butuh
kekuatan dan perjuangan. Aku harus menahan rindu itu dan membunuhnya tanpa
ampun. Berkali-kali. Aku hanya bisa berkata “sabar” tanpa henti. Aku hanya bisa
mengacuhkan jajaran tanggal di kamarku setiap kali ia berteriak “Ayo pulang!”. Aku
hanya bisa menghitung hari di sini.
Meskipun demikian, aku yakin, Allah punya alasan
memberikanku situasi seperti ini. Ada beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama, Allah inginkan aku untuk mengumpulkan rindu; hingga akhirnya
bertumpuk. Dan pada waktunya, aku akan meledakkan semua rindu yang telah aku
simpan dengan susah payahnya. Kemungkinan kedua, Allah inginkan aku untuk tetap
bersemangat dan lebih hebat dari yang lain. Kenapa? Karena perjuanganku (dalam
hal hati) lebih besar daripada sebagian orang yang lain. Kemungkinan ketiga,
Allah inginkan aku untuk menjaga kawasan Telang Gang V. Hehe. =P
Ketika aku
menulis tulisan ini, suara takbir menggema di gendang telinga. Rasanya
nano-nano, dah! Tak akan kuceritakan
bagaimana rasanya. Mau tahu rasanya menikmati malam takbiran di kampung orang? Sudah
kubilang, takkan kuceritakan. Cobalah sesekali, maka kau akan mendapatkan suatu
hal yang berbeda.
Sudah dulu, ya. Aku takut kost-ku menjadi kebanjiran. Kau
pasti tahu musababnya.
Teruntuk yang sedang di kampung halamannya, nikmati q-time dengan sanak family. Jangan lupa bawa daging qurban kalau kembali. Dan untuk
yang bernasib sama sepertiku, jangan bersedih hati. Nikmati saja gema takbir
dan kembang api itu. Takbir akan terdengar sama dimanapun. Bunyinya akan tetap “Allaahu
Akbar 3x, Laa ilaaha illallaahu Allaahu Akbar, Allaahu Akbar wa lillaahi al-hamdu.”
=D
Telang, 04 Oktober 2014
--tujuh titik lima
Komentar
Posting Komentar
Write your comment here ;)