Luka Dibalik Tawa
Tidak
terasa kini aku sudah memasuki semester lima akhir. Waktu seakan
sudah berlari, tidak berjalan lagi; pertanda kiamat tak lama lagi.
Semester lima merupakan semester yang penuh dengan suka dan duka.
Hal-hal yang membuatku ‘berduka’ tak akan aku ceritakan di sini.
Cukup aku saja yang tahu.
Salah
satu mata kuliah yang aku ambil di semester lima ini adalah Etika
Bisnis dan Profesi; biasa disingkat Etbis. Mata kuliah itulah yang
aku nanti-nantikan tiap pekannya. Kenapa? Karena mata kuliah Etbis
bisa dibilang ‘mata kuliah curhat’. Karena tiap minggunya aku dan
teman-teman ditugaskan untuk melakukan olah rasa dan olah batin;
tentang apapun. Mungkin hampir semuanya menumpahkan isi hatinya di
dalam lembaran kertas pholio itu.
Sejak
pertemuan awal hingga menjelang akhir, kebanyakan cerita mereka penuh
haru. Aku pun sempat ditunjuk untuk membacakan hasil olah rasa dan
olah batinku di hadapan seluruh teman-temanku. Saat itu aku bercerita
tentang ‘oneness’ nya aku. Aku sempat menahan air mataku keluar
saat itu, melawan dengan susah payah, dan itu berhasil.
Setelah
dipikir-pikir, teman-temanku semuanya memiliki masalah yang
berbeda-beda. Entah itu dengan orang tuanya, temannya, organisasinya,
dan lain-lain. Aku sangat disadarkan akan hal itu setelah olah rasa
pada tanggal 26 November 2014 kemarin.
Aku
pikir semua teman-temanku tidak mempunyai beban.
Selama
ini aku bertemu dengan wajah teman-temanku yang ceria dan selalu
tersenyum—seakan
tak tersimpan beban apapun dalam hati masing-masing mereka. Ternyata
aku salah. Dibalik matanya yang penuh dengan keceriaan, di sudut mata
yang lain mereka menyembunyikan air mata, luka, kekecewaan, dan
kesakitan—yang
siap tumpah kapanpun, bahkan tanpa peringatan.
Ya,
semua orang pasti mempunyai masalah. Ketahuilah! Tiap orang sudah
mempunyai paket ujian hidupnya masing-masing. Masalah akan membuatmu
lebih dewasa. Masalah ada karena kita masih diberikan jatah usia. Dan
ingatlah, Allah takkan memberikan masalah tanpa solusi.
Teman,
seberat apapun masalahmu, ingatlah bahwa Allah selalu bersamamu.
Anggap saja masalahmu itu sebagai batu loncatan bagi kita agar kita
naik tingkat—di
hadapan Allah. Bukankah kita takkan naik kelas jika kita tidak diuji?
Tak
ada masalah yang tidak mampu kita atasi. Ingatkah firman-Nya: “Laa
yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa…”, yang artinya “Allah
tidak akan membebani seseorang melebihi batas kemampuannya.
So,
tetaplah semangat, kawan! Ketika kau tidak mampu melangkah, ada Allah
yang selalu menemani setiap langkahmu. Ada juga teman-temanmu yang
lain yang siap menjadi telinga untukmu. Ada bahu-bahu yang dapat
menjadi sandaran untukmu ketika kau tak kuasa lagi menanggung beban
yang ada padamu.
***Teruntuk
keluarga ke-empatku; warga Akuntansi C 2012 UTM***
Komentar
Posting Komentar
Write your comment here ;)