Rumah dalam Tanda Kutip
Ternyata kau tak berniat untuk singgah dan menetap disini, kau hanya beristirahat dan mampir sebentar.....
Ada seseorang yang tiba-tiba berkunjung ke rumah ini. Aku tak tahu
bagaimana ia bisa datang, yang aku tahu dia tiba-tiba datang. Entah apa
maksud dan tujuannya. Kupikir, ia hanya akan bertamu sebentar. Tetapi,
nyatanya ia tak kunjung pergi dari rumah ini.
Musim
telah berganti. Ia tak kunjung pergi. Sebenarnya ingin sekali
kulontarkan pertanyaan “Kapankah kau akan pulang dari rumah ini?”. Tapi
kuurungkan niatku itu. Mungkin ia akan pergi sebentar lagi.
Musim pun kembali berganti. Dia masih tetap disini. Aku tak tahu
sebenarnya apa maksud dan tujuannya hingga ia tetap tinggal di rumah
ini. Oh, aku tak ingin rasa penasaran ini bergumpal. Aku kumpulkan
sedikit demi sedikit keberanian untuk menanyakan hal itu.
Dan ketika aku bertanya, “Sampai kapankah kau akan berada di rumahku?”.
“Tidakkah kau mengerti? Untuk apakah aku melewati dua musim di rumah
ini jikalau aku hanya sekedar bertamu?” Jawabnya tanpa ragu.
“Apa maksudmu? Aku benar-benar tak mengerti.” Ujarku.
“Ketika pertama kali aku datang ke rumah ini, aku hanya berniat untuk
bertamu saja. Tetapi setelah lama-kelamaan aku singgah disini, aku
menemukan sebuah kenyamanan tersendiri. Sehingga kini, aku tak hanya
ingin sekedar bertamu, tapi aku ingin menetap disini.”
“Menetap? Bagaimana bisa? Tidakkah kau lihat? Rumah ini tak nyaman.
Rumah ini telah rapuh. Banyak dinding yang hendak roboh. Catnya pun
banyak yang mengelupas.”
“Tak apa-apa. Aku akan memperbaikinya.”
“Aku takut kau akan menambah kerusakan pada rumah ini.”
“Percayalah padaku, aku akan membuat rumah ini seperti rumah baru.”
Ternyata ia benar-benar serius untuk menetap disini. Walaupun
sebenarnya aku takut ia akan membuat lebih banyak kerusakan di rumah
ini, aku mengizinkannya untuk menetap disini, berusaha percaya padanya.
Waktu
berlalu. Aku terbiasa dengan keberadaannya. Aku rasa, kini dia menjadi
pelangi. Sedikit banyaknya, ia telah memberi warna tersendiri di rumah
ini.
Aku berusaha memberikan jamuan terbaik untuknya. Menjadi sebaik-baiknya khadimah untuknya, meskipun aku shahibul bait di rumah ini. Aku pun terbiasa dengan keadaan ini dan berharap akan seperti ini seterusnya.
Apa yang ia katakan terbukti. Ia menyulap rumah ini menjadi rumah baru.
Ia mengganti semua kerusakan yang ada di rumah ini. Aku semakin nyaman
berada di rumah ini. Gelar “pesulap” layak diberikan untuknya, rumah
yang semula penuh dengan kerusakan dapat ia ubah menjadi rumah yang
begitu nyaman.
***
Dan setelah sekian lama ia menetap di rumah ini, aku rasa ia mulai tak
nyaman tinggal disini. Aku takut ia pergi dari rumah ini. Aku takut ia
mencari tempat lain untuknya menetap.
Tak kusangka, hal
yang aku takutkan terjadi. Ia ternyata pergi dari rumah ini. Mungkin ia
merasa bosan, atau ia sudah merasa tak nyaman. Hmm, hati ini hanya bisa
menerka tanpa tahu jawaban pasti.
Mencoba berprasangka
baik, ia mungkin hanya pergi sebentar. Tetapi setelah aku menunggunya
begitu lama, ia tak juga kembali. Apa boleh buat, aku tak bisa
memaksanya untuk tetap tinggal di rumah ini.
Ya, ia
benar-benar pergi. Setelah kepergiannya, rumah ini berubah. Banyak
genting yang bocor, catnya mengelupas, pagarnya dipenuhi karat,
dindingnya hampir roboh, rapuh. Angin hanya membutuhkan satu hembusan
halus saja untuk merubuhkan rumah ini.
Aku tak ingin tahu
alasan mengapa ia pergi dari rumah ini. Aku tak akan melemparkan tanda
tanya lagi kepadanya. Hanya mengharap, waktu yang akan menjawab semua
ini. Dan hanya bisa bermunajat, dimanapun ia berada, semoga ia tetap
dilindungi, disayangi, dan dihargai.
Kini aku harus
melepas mimpi itu ke udara. Membiarkannya diterpa angin. Sejauh-jauhnya,
sekencang-kencangnya. Usahlah kau khawatir, aku takkan pernah
membencimu. Aku tetap menganggapmu pelangi. Pelangi yang sempat mewarnai
rumah ini.
Dan kini, aku akan membiarkan rumah ini
kosong dan tak berpenghuni. Aku akan menyerahkan rumah ini kepada
pemiliknya, pemilik dari alam semesta. Memang, hampa kini menyelimuti
rumah ini. Tapi aku yakin, ini hanya sementara.
Aku akan
membiarkan rumah ini kosong dan tak berpenghuni sampai saat itu tiba.
Saat dimana seorang ‘dia’ yang tak tahu siapa, benar-benar ‘berniat’
menempati rumah ini bagaimanapun keadaannya. Saat dimana seorang ‘dia’
yang tak tahu siapa, benar-benar ‘ingin’ untuk menempati rumah ini.
Apakah kaktus berbunga setiap saat? Tentu tidak. Kaktus akan berbunga
pada saatnya. Ya, semua akan ada saatnya. Semua akan indah pada
waktunya. Sabarlah wahai hati. Kau hanya perlu menunggu sedikit lama
untuk itu.
***
Bangkalan, 19 Agustus 2013
Emm curahan hati yg menyentuh banget
BalasHapus